Sejarah dan Perkembangan Blockchain

Istilah blockchain berasal dari gabungan dua kata, yaitu kata block (kelompok) dan chain (rantai). Pemberian nama tersebut menggambarkan cara kerja dari blockchain itu sendiri. Cara kerja blockchain dapat digambarkan sebagai sekumpulan block yang memiliki hubungan satu sama lain dengan fungsi untuk mempermudah dalam proses eksekusi dari transaksi. 

Dengan kata lain, blockchain merupakan kumpulan dari berbagai catatan data yang diolah atau diproses oleh sebuah kumpulan komputer yang didalamnya tidak terdapat entitas apapun. Sekumpulan blok data atau catatan data tersebut diberikan pengamanan dan diikat menjadi satu dengan memanfaatkan prinsip kriptografi.

Jaringan yang terdapat di dalamnya pun tidak memiliki kewenangan atau otoritas yang berpusat (sentralisasi). Hal ini dikarenakan dalam jaringan blockchain berisi berbagai catatan yang berbentuk layaknya buku catatan yang sangat besar. Walaupun buku besar tersebut dapat dibagikan, namun isi dalam buku besar tersebut tidak akan berubah. Selain itu, seluruh informasi yang terkandung dalam buku besar tersebut dapat dilihat dan diakses oleh siapa saja karena blockchain bersifat desentralisasi.

Blockchain merupakan teknologi yang menjadi dasar dari perkembangan mata uang kripto. Perlu diketahui bahwa utilitas blockchain tidak hanya berfungsi untuk menjadi mata uang kripto saja, tetapi juga dapat difungsikan menjadi sesuatu yang berguna di berbagai industri.

Sejarah Blockchain

Ide awal dari blockchain sendiri dibentuk pada tahun 1991. Saat itu ada dua orang yang menulis dan menerbitkan sebuah jurnal berjudul Journal of Cryptography: How to Time Stamp a Digital Document, kedua orang tersebut adalah Stuart Haber dan W. Scott Stornetta.

Dikutip dari buku berjudul Blockchain for Dummies (2017) yang ditulis oleh Manav Gupta, dijelaskan bahwa pada awalnya blockchain dibentuk dan dikembangkan guna memenuhi suatu kebutuhan besar akan sebuah sistem yang bekerja lebih efektif, efisien, hemat biaya, lebih menjamin, dan terbukti lebih aman untuk melakukan tugas berupa merekap berbagai transaksi keuangan yang terjadi di masa mendatang.

Blockchain pertama kali dimanfaatkan untuk mata uang kripto (Bitcoin) sekitar tahun 2009. Pengembangan blockchain dilakukan oleh orang Jepang bernama Satoshi Nakamoto. Berbeda dengan uang yang dihasilkan oleh bank sentral, mata uang kripto tidak memiliki kekuasaan atau otoritas sentral, serta tidak memiliki pihak yang bekerja untuk mengontrolnya karena menggunakan jaringan dengan koneksi Peer-to-Peer (P2P).

Evolusi Teknologi Blockchain

Dari awal kemunculan hingga saat ini, teknologi blockchain berkembang sangat cepat. Perkembangan tersebut melahirkan berbagai versi blockchain dengan kelebihan yang tidak tersedia di versi sebelumnya. Berikut ini merupakan tiga versi blockchain mulai dari yang pertama hingga terbaru.

Blockchain 1.0 (Currency)

Blockchain 1.0 adalah blockchain generasi pertama dari pengembangan teknologi blockchain yang bertujuan untuk menghadirkan transparansi dan akses publik ke sistem keuangan global. Teknologi blockchain mewujudkan catatan transaksi online yang sepenuhnya terdesentralisasi, terdistribusi, dan tidak dapat diubah.

Blockchain 1.0 diawali oleh kemunculan Bitcoin yang mulai diperkenalkan pada tahun 2009. Satoshi Nakamoto membentuk blok genesis (blok pertama dalam blockchain Bitcoin), di mana blok berikutnya dikaitkan dan saling berhubungan menghasilkan salah satu rantai blok terbesar yang memuat berbagai informasi dan transaksi. Munculnya Bitcoin sebagai mata uang kripto (crypto currency) merupakan awal mula implementasi blockchain dalam transaksi keuangan.

Blockchain 2.0 (Smart Contract)

Pengembangan teknologi blockchain berikutnya adalah smart contract, sebuah program komputer yang berada dalam jaringan blockchain. Smart contract bersifat otonom, transparan, dan dapat dieksekusi secara otomatis jika kondisi yang ditentukan sudah terpenuhi. Smart contract bisa mengurangi biaya eksekusi, verifikasi, dan biaya fraud prevention.

Smart contract yang dijalankan di blockchain bisa dibilang sudah memiliki “embedded system security” dan sulit untuk diretas. Teknologi smart contract memungkinkan tingkat pemrograman yang lebih kompleks, sehingga memberikan developer lebih banyak kebebasan untuk bereksperimen dengan kode dan membuat aplikasi terdesentralisasi (DApps).

Teknologi smart contract membuat blockchain semakin banyak digunakan untuk berbagai kasus penggunaan di dunia nyata khususnya DeFi (Decentralized Finance). DeFi adalah ekosistem aplikasi keuangan yang memungkinkan pengguna untuk memanfaatkan layanan keuangan seperti meminjam, meminjamkan, dan trading tanpa perlu bergantung pada entitas terpusat seperti bank.

Blockchain 3.0 (Decentralized Application & Scalability)

Saat ini kita telah memasuki tahap ketiga dari perkembangan teknologi blockchain. Fokus blockchain generasi ketiga adalah untuk memperbaiki kelemahan dari blockchain sebelumnya, di mana blockchain 2.0 sering mengalami masalah dalam implementasinya. Contohnya seperti kecepatan yang lambat atau biaya transaksi yang besar. Blockchain 3.0 memperbaiki dari aspek scalability, termasuk interoperability dan peningkatan kecepatan jaringan.

Salah satu blockchain 3.0 adalah Vexanium, blockchain publik yang bisa digunakan untuk penggunaan retail karena memiliki biaya transaksi yang rendah dan kecepatan transaksi jauh lebih tinggi dibandingkan Ethereum.

Pada fase ini dapat dilihat bahwa semakin banyak perusahaan dan institusi yang mengadopsi blockchain. Teknologi blockchain mulai diterima secara luas di berbagai industri untuk membantu menjalankan operasional keuangan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *